Thursday, August 30, 2012

Kelas

Ini mata pelajaran penting, Fisika. Kutinggalkan sejenak angka-angka serta rumus yang menyertai. Ups, bukan sejenak, melainkan aku di sini tak mengikuti dan bahkan tak berusaha mengejar kereta yang ditumpangi teman-teman kelasku, sama sekali.

Berapa debit air yang dialirkan melalui pipa dengan diameter 7 sentimeter dan blablabla....?
Maaf Bapak, saya lebih memilih berkutat dengan serangkaian huruf di hadapan saya dan merangkainya dalam ratusan bahkan ribuan kata. Terima kasih telah bertanya.

Untung saja aku tak menjawab dengan "Bapak, kepo banget sih?" atau mungkin.... "Terus gue harus bilang wow, gitu?"
Sudah tidak memperhatikan, tidak menjamah soal yang beliau beri, malah mau menantang. Beginikah pelajar Indonesia?
Tidak! Jawabku tegas. Tidak semua pelajar seperti diriku. Lihatlah sekitarku! Maaf, aku lupa, kalian tidak bisa melihatnya, hanya aku dan teman kelasku yang tahu. Mereka, enambelas anak lain yang dapat jelas kulihat, berpikir dalam diam, seperti aku. Bedanya, mereka berpikir bagaimana air dapat mengalir sebanyak 25 liter dalam waktu satu menit ....dan aku? aku berpikir bagaimana mengutarakan perasaan di tulisanku kali ini. Beda tipis.

Jangan dikira apa yang sedang 'kuperjuangkan' itu mudah; semudah mencontek saat ditinggal guru di sela-sela ulangan harian fisika. Maaf, guru dan ulangan harianku, maksudnya.
Perasaan? Apa itu perasaan? Makanan khas Jawa Timur? Ha-ha. Garing.
Masih di sudut kelas, melihat ke seluruh penjuru ruang ini. Sempat terpending menulis karena seseorang datang dan....entahlah. Lanjut. Sekali lagi, perasaan? Perasaan apa ini? Rindu yang tak tahu kepada siapa ia meraung, rindu yang tak diketahui juga apa yang sebenarnya dirindukan. Ah, belibet.

Sekitar lima menit menuju kemerdekaan sementara. Tetapi sang pengajar telah beranjak dari singgasana isitimewanya. Berarti sudah sepenuhnya merdeka 'sementara'.

Shit! Tetiba lagu yang terputar meneriakkan syair: "I was born to tell you 'I love you'".
Sial, 'you' itu siapa? -___-

Lelah menerka. Lelah mencari. Bahkan, lelah menanti. Hanya untuk menanti...

"Memang menanti semudah itu apa?" Kata sese...hmm sesuatu. Karena bukan seseorang yang mengatakannya; melainkan sesuatu. Entah, mungkin benar, aku hanya lelah.
Aku manusia dengan kesabaran yang limit. Limit ....x mendekati nol, jika kau tahu maksudku. Lupakan, lupakan!

Sekelompok orang di seberang sana membicarakan durian. Mengupas durian? Bagaimana caranya? Yakin kau akan mengupasnya? Dengan apa? Kau tak takut tanganmu terluka terkena duri durian hanya karena akan ....mengupasnya?

Jujur aku takut, takut terluka. Terluka segalanya. Kulit, organ dalam, apapun; apalagi hati dan perasaan.

Iqamah berkumandang, dan aku sama sekali belum tergerak untuk pergi ke masjid. Menunda. Astaghfirullah...

Sudahlah, cukup. Rasanya semakin tak keruan. Semakin sesak dalam diamku ini.
Tuhan... Aku butuh seseorang. Seorang teman... Kokoronotomo.

Tuesday, August 28, 2012

Hujan dan Kamu


Aku suka melodi hujan, tapi aku tak suka petir 

Aku harap dia bisu 

Petir itu sombong, mentang-mentang paling bercahaya, bisa marah-marah sesukanya 

Awan jadi takut, dia gemetaran, keringat dinginnya turun 

Kasihan awan, dimarah-marahin petir 

Sabar ya, kamu berkeringat, tangismu pun semakin kencang 

Petir, bumi sedang tak ingin berdisko malam ini, bisa hentikan kilat-kilatmu? 

Kamu kalau marah seperti petir.

Aku diam dalam getir.

Sunday, August 26, 2012

#6

"Jangan singgah, tinggal."

Tulis, Tulis, Tulis

Ya, kepalaku sakit lagi. Serius. Sakit sekali.
Nggak bisa seenaknya menyalahkan ini-itu, menyalahkan temanmu yang work-less, apalagi menyalahkan acaranya. Sudah teragenda rapih, sekarang isi kepalaku yang berantakan. Acaranya bisa dibilang sukses kok, kata siapa? Kata kami, kami yang 'mengurus' acaranya. Jelaslah...

Terus, kenapa isi kepalaku berantakan? Suka-suka aku laaaah..
Tapi aneh, bukan 'suka-suka aku', kalau aku bisa mengaturnya pasti sudah kubersihkan, kutata, dan kukecup (?)

Memikirkan ini, memikirkan itu. Tiga ulangan menanti, Biologi, Kimia, dan Matematika. Menyesal, karena selama libur (kau tahu, libur bagi anak SMA itu hoax, bukan?) aku tidak menggunakan waktuku untuk....belajar?

Oh iya, barusan satu pesan singkat masuk, intermezzo.

Lupakan line di atas. Random. Yang ini pun.
Sebenarnya arah pembicaraannya mau dibawa ke mana, sih? Aku bingung, dan lelah, dan penat, dan...terserahlah. Kepalaku yang sakit ini enggan berpikir jernih, persis seperti saat ulangan melanda. Haha, melanda, konyol.
Kenapa sakit terus? Karena sesuatu terjadi padaku, dahulu kala, yang membuatku sulit beraktivitas normally, seperti sedia kala.

Balik, yuk. The point is....nggak ada. Karena keinginanku untuk menulis kembali meluap ke permukaan.
Sebenarnya aku ingin cerita mengenai kepalaku and stuffs, tapi nampaknya dan aku yakin itu kurang etis. Nggak pengen aja terlihat miserable, dan menurutku, itu sesuatu yang sangat pribadi. Hanya membutuhkan satu teman untuk membagikannya. Lihat saja.

Lewat pukul 3 dinihari. Kenapa kau tak pergi beribadah, menemui Tuhanmu agar kau bisa lebih tenang? Lebih pantas kutanyakan hal yang sama pada diriku. Tapi enyah, kepalaku tak ingin bangkit dari kubur, bukan bukan, tapi bangkit dari sandaranku yang nyaman ini.

That's all, babe, segitu dulu deh yang aku share.
Doakan aku, agar aku bisa lekas sembuh meski aku tahu nearly impossible buat bisa pulih dan balik kaya dulu. Oh iya, semoga juga aku, kamu, dan mereka bisa segera menyelesaikan masalahnya, semoga kita diberi yang terbaik. Kalo boleh minta didoakan lagi, doakan aku semoga bisa cepat kembali dengan tulisan yang bermutu, tulisan yang kece, dan bukannya seperti tulisan yang... begitulah. Amin.

Friday, August 17, 2012

Your Call


Waiting for your call, I'm sick, call, I'm angry

Call, I'm desperate for your voice


Listening to the song we used to sing

in the car, do you remember?

Butterfly, Early Summer


It's playing on repeat, Just like when we would meet

like when we would meet

Cause I was born to tell you I love you

And I am torn to do what I have to, to make you mine

Stay with me tonight



Thanks Billie, atas lagunya.
Romantis badai kalo kata anak jaman sekarang mah. Bukan romantis perkaranya, namun lirik yang .....erh really fit. *hmm*

Sebelumnya, maaf di posting ini bahasa yang aku gunakan mungkin sangat, sangat santai. Ya, nggak tahu juga posting sebelum-sebelumnya bahasanya model gimana, tapi ini lebih nggak bermutu, menurutku. Dengan kenyataan banyak garis berliku berwarna merah--kau tahu kan, maksudnya apa?--di bawah kebanyakan kata yang aku tuangkan di sini.
Jadi ....mohon maaf sebelumnya.

(12:01 AM)
Oh, itu. Itu waktu pertama kali baca 'tulisan' milik Billie, belum lama aku kenal, yang menyarankanku mendengarkan lagu itu. Your Call, judulnya. Pelantunnya? John Vesely, kalau saya nggak salah ingat. Walaupun aku sering menyebutkan "Uh-oh. Ingatanku seperti gajah," bukan berarti aku juga tak bisa lupa, segalanya.
Terkadang menyakitkan saat kamu adalah satu-satunya orang yang berusaha, atau bahkan tanpa usaha sedikitpun untuk mengingat segala hal, tentangnya, tentang kalian.
Kembali ke 'Bang John', Si Abang ini menamakan dirinya sebagai Secondhand Serenade, nggak jauh beda dengan soloist Adam Young, Sang 'Owl City'.

Kata-katanya galau, ya memang, siapa bilang tidak?
Menggambarkan perasaan seseorang terhadap orang yang dikasihinya *you don't say*, telah kandas.
K-A-N-D-A-S. Haha.

By the way, sudah sekitar tujuhbelas menit semenjak aku menguatkan niatku untuk menulis. Menulis itu candu. Sekali lagi, menulis itu candu, aku sudah pernah menuliskannya di salah satu masterpiece--terserah sajalah--ku, dan sengaja tidak kupublikasikan. Merasa sangat jauh dari sempurna.

Apasih intinya tulisan ini?
Kau tak akan pernah menulis jika hanya itu yang ada di kepalamu saat kau menulis. "Tulislah meski sedikit!" kata seseorang.
Jika kau benar ingin tahu, tidak ada intinya tulisan ini. Pernahkah kau hanya memikirkan seseorang, atau paling tidak sesuatu, saat kau sedang menulis? Menulis yang melibatkan emosi dan perasaanmu, I mean.

So here I am. Persis seperti apa yang baru saja kutanyakan padamu. Memikirkan seseorang, dan aku tidak yakin dia memikirkanku juga. Sangsi. Tunggu, bukan Billie. Sesosok yang lain, di sana.

"And I'm tired of being all alone, and this solitary moment makes me want to come back home."

Sunday, August 12, 2012

Goodbye

Some people come into our lives and quickly go. Some stay for a while, leave footprints on our hearts, and we are never, ever the same.

There are moments in your life that make you and set the course of who you're gonna be. Sometimes, they're a little, subtle moments, and sometimes they're big moments you never saw coming.
No one asks for their life to change, but it does. It's what you do afterwards that counts.
That's when you found out who you are.

Just one thing, please promise me you'll never forget me because if I thought you would I'd never leave.

Apa?

Harus hidupku se-miserable ini? Harus?

Ya memang tahu sih, tahu benar hidupku yang 'lil bit in the misery, but I never meant to be soooo miserable.
Being miserable is a choice. Antara kamu mau hidup bersyukur atau penuh dengan keluhan. Antara kamu mau menikmati hidup, atau kamu cuma ingin mereka tahu kalau kamu manusia biasa yang jauh dari yang kamu--dan mungkin mereka--harapkan.

Sama sekali nggak ada niatan untuk mengeluh, sama sekali, apalagi atas apa yang telah Tuhan beri. Takdir yang mungkin tidak akan berubah. Lagi pula, harus mengeluh pada siapa aku? Bercerita pada siapa?
Menurutku, terkadang lebih baik diam daripada menjelaskan apa yang sedang dirasakan, karena menyakitkan saat mereka bisa mendengar tapi tak bisa mengerti. Saat mereka dapat melihat namun tak dapat merasa.

Jangan coba menerka apa yang telah aku tulis, bahkan aku pun tak paham. Hahaha.

Tahu kan penggalan lagu, "You can't expect me to be fine, I don't expect you to care." kepunyaan Maroon 5 itu? Bukan bermaksud untuk menjadi seorang 'antisosialis', sungguh.

Thursday, August 9, 2012

Think Again

Aku melihat wajah beliau, memperhatikan setiap detailnya. Setiap inci, dari kening yang tak pernah berkerut karena kecewa atau rasa marah yang seringkali menyesakkan, mata yang tak pernah terlihat mengeluarkan air mata kesedihan, pipi yang mulai berkerut, pipi yang sering disinggahi peluh, dan bibir yang tak pernah cemberut lesu.

Seketika aku teringat akan kejadian--yang aku yakin tak ada yang ingin menerimanya. Kenyataan pahit yang dialami seseorang yang baru saja kukenal. Aku kenal, hanya tak tahu namanya.
Coba kau bayangkan, kau anak perantauan, datang ke kota lain hanya untuk menuntut ilmu, mengenyam pendidikan yang--kau pikir--lebih baik dibanding yang ada daerahmu, kemudian seseorang menelponmu dengan suara lemas dan isakan sesekali ....dan mengabarkan berita 'kehilangan'.

Inikah? Takdir pahit yang harus dihadapi 'adikku'? Adik baruku? Melihat raut wajahnya, sungguh aku tak tahu bagaimana aku saat ada di posisinya. Berdoa, menyebut asma-Nya. Mencoba tegar dalam diam. Ingin menangis, bahkan tak bisa. Aku membeku di hadapannya ....apa yang harus kuperbuat? Apa yang harus kuucapkan untuk memulai percakapan? Untuk menjadi pelipur lara--sementara?

That's not the point, anyway. Aku hanya ingin menceritakan ibuku.

Sudahkah aku membuatnya bangga? Sekali lagi, sudahkah?


-----


Malam ini aku bercerita pada beliau, yah, mengenai masalah yang baru saja aku ceritakan. Beliau duduk di hadapanku dengan posisi lebih tinggi, menyimak dengan baik--I guess so.
"....aku sedih." Dua kata terakhir yang kuucap pada beliau. Beliau memelukku. Seketika itu, aku menangis...

Kita bisa apa? Mumpung orangtua masih hidup, ayo bahagiakan mereka! Yang patuh. Bekerja untuk bikin mereka bangga. Insya Allah, kalau kita sekeluarga termasuk orang yang taat, akan dipertemukan lagi di surga. Insya Allah.

Menenangkan, namun membuatku semakin sesak. Nafasku menjadi terengah-engah.
Belaian itu datang di rambut yang belum sempat kusisir sehabis mandi. Semakin lama semakin menjadi-jadi, aku terisak.

I used to be tough. Rasa malu mencoba menghentikan air mataku dan mencari cara agar ibu tak mengetahui 'kemenangisan'-ku (mungkin KBBI perlu menambah daftar kosakatanya dengan kata barusan agar kalian tahu apa yang aku maksud). Otakku menjadi lebih cerdas seketika, dan mengendalikan bibirku untuk berucap "Aku mengantuk."
Tawa ibuku hadir, aku pun terpengaruh. Beliau beranjak dan menyuruhku untuk segera tidur.


Intinya?
Cobalah untuk menjawabnya sendiri, dengan begitu, kau akan memikirkannya meski sejenak. Jika bahkan kau tak menemukan jawabannya, kau bisa scroll the screen up dan cari di sana. Tak sesulit menjawab pertanyaan yang kau dapat di sekolah, kok.

Tuesday, August 7, 2012

Nothing

Apa ini yang seharusnya dilakukan seorang muslimah saat muslim lainnya sedang membaca Kitabullah?
Menulis dan masa bodoh akan apa yang mereka baca.

Sangat salah, seharusnya aku paling tidak mendengar dan memperhatikan bacaannya, tapi apa? Maafkan aku, Tuhanku, saat ini sungguh aku ingin menulis. Perasaanku benar-benar kacau. Berhubung tidak ada lagi seseorang yang bisa dan mau mendengarkanku, mungkin komputer jinjing inilah satu-satunya yang ada saat ini--tentu selain Tuhan, mendengarkanku selagi yang lain acuh.
Salah, bukan acuh. Namun mereka memang sedang mengerjakan apa yang diperintahkan Tuhannya ....selanjutnya? Mereka baru bisa kukatakan acuh..

Selalu saja. Saat aku sudah bersiap mencurahkan segalanya, bahkan air mataku, pasti otakku bekerja lebih baik dari sebelumnya. Aku batal menuangkannya di tempat yang sebelumnya kupikir akan kujadikan tempat sampah dan membuang-buang air mataku; aku lebih memilih bungkam. Dalam diam, merapikan segalanya. Ya, segala yang ada di kepalaku sekarang. Sesuatu yang kupanggil hati berhasil disabotase otakku yang cerdasnya di atas rata-rata--untuk hanya dalam beberapa kondisi saja, saat-saat tidak penting, and when I need it the most it won't work.

Sepertinya otakku masih bekerja, dengan sangat baik. Aku gagal menulis--ya kau tahu ini hanya kiasan. Dan sesekali bernyanyi:
"Where are the plans we made for two?"

Saturday, August 4, 2012

Gotcha!!

Here I am, trapped in the most awesome class! :D





Tiea, I caught you! :))