Monday, February 16, 2015

Apa yang lebih menyiksa dibanding rindu akan suatu tempat, suatu waktu, yang tak bisa kaupuaskan?

Monday, February 9, 2015

Surat Cinta 'tuk Kawan.

Tadinya kurasa kau berlebihan, bukan hanya kau, kalian.
Kalian terlalu mencintai satu sama lain. Kelihatannya. Dan kurasa memang begitu, dari caranya menanyakan kabar, menceritakan hari-nya, dan memberitahukan keadaan-nya. Begitu pula kau.
Semoga kau (bersamanya) bahagia, doaku.

Kau memang bahagia.
Setidaknya, saat itu.

Lalu sesuatu terasa aneh.
Spekulasi wanita, hanya intuisiku yang minta dibaca. Sepertinya ada yang salah. Yah, otak dan perasaanku berdebat untuk hal yang tak perlu, bahkan itu bukan urusanku.
Biarkan.

Kau datang padaku.
Malam itu.
Atau pagi?
Entah, aku lupa. Yang kuingat kau datang dan bertanya.
Pertanyaan yang jarang dilontarkan, diikuti perasaan kau utarakan. Dan kau bawakan bukti yang kucurigai sebelumnya, bahkan.

Dan kalian berpisah.

Katamu itu tak masuk akal, alasan yang dipaksakan.

Selamat.
Kini kau temukan alasan, yang sebenarnya terjadi antara kau, dia, dan..... sayangnya, dia.
Jangan sedih, mungkin mereka rasakan yang lebih pedih.
Jika kau rasa sakit, mungkin mereka rasakan jauh lebih pahit.

Aku katakan sesuatu, sebelumnya. Untukmu.
Meski aku bercanda, namun keseriusan tetap ada. Apa yang kutulis sebelumnya di tempat yang berbeda, di situ-lah tempatmu berada.
Kau tahu maksudku?
Aku ungkapkan yang sebenarnya tentangmu, aku panjatkan harap-harapku, untukmu.

Temanku.
Meski belum lama Tuhan Mempertemukan, hadirmu selalu kuperhitungkan.
Karena ini belum seberapa dari apa yang telah Tuhan Persiapkan, jangan biarkan kepalamu tertunduk, dan biarkan awan tebal bersemayam dalam kalbumu.
Berjalanlah, lihat ujung terowongan yang cerah!