Friday, November 6, 2015

and.... oh! I found you.

uh-oh. It's a bad news.

Kamu yang Berlanjut

.........
Hebat.
Si gadis dan lelakinya, maaf, teman lelakinya membuatku sulit tidur, ditambah suasana--habis--hujan yang masih syahdu.
Mereka, sungguh menyenangkan. Melelehkan bongkahan waktu dan menghangatkan hingga sudut ruang. Sungguh jika ku dapat menjadikannya satu, kan kujadikan dan tak peduli waktu.
Seandainya kau dengar langsung percakapan mereka, membantuku merangkai kata tanpa ada yang terlewat.

Si gadis gemar bernyanyi, yah, meski suaranya pas-pasan setidaknya ia punya keberanian untuk mengunggahnya ke awan. Kegemaran mereka lagi-lagi sama, bernyanyi. Namun bagaimanapun, tak ada hal yang sempurna, mereka tetap berbeda, sang lelaki tak seperti si gadis yang tuli nada.
Suaranya merdu, begitu syahdu.
Siang itu, hujan yang dirindu, turun. Mereka duduk berdua, tak saling berhadapan. Bahunya menempel satu sama lain, bahu si gadis yang tak terlalu tinggi membantu dinding menyangga bahu lelaki kelelahan yang tak duduk di pantatnya. Entah bagaimana aku mendeskripsikannya, ia setengah duduk dan tak berdaya.
Karena memang itu hobinya dan ia tak ingin menyia-nyiakan bakatnya, ia bernyanyi. Lelaki itu bernyanyi.
Suara emasnya menguap, ke tubuh gadis ini dan mendekap. Gadis itu terdiam, untuk beberapa lama. Mereka hening, tanpa cakap.

Keheningan berlanjut, karena si lelaki menghentikan senandungnya.
Beberapa saat, ia bernyanyi lagi. Lagi. Nada romantis, untuk kesekian kalinya, bersama si gadis.
Dan lagi-lagi, dengan suara itu, yang entah mengapa dan lewat mana, masuk ke hati.
Lagi dan lagi, si gadis tak merespon.

"Bales kali, kalau dinyanyiin. Masa dari tadi aku terus yang nyanyiin, gantiaaan!"
Si gadis tersipu dan terbelalak, mata cokelat besarnya seakan-akan terlempar.
Hah?
tolong, jangan berhenti, jangan rusak suasana tadi, yang kunanti.
"Ha.... haha. Maaf, suara saya nggak gratis."

Lagi-lagi, hening menghampiri.

Teruntuk Kamu

Malam ini sangatlah tidak romantis, bagiku yang berusaha meromantiskan kisah tak romantis antara seorang gadis, belum genap ia berkepala dua, dan kawan dekatnya, lelaki yang sudah lepas dari masa remajanya.

Nb: teruntuk hujan,
       turunlah, aku butuh kesenduan,
       mengingatkanku akan hujan pertama yang turun.
       Saat itu. Di tempat itu. Bersama orang itu.

-------------------

Entah kapan mereka bertemu, satu, dua tahun yang lalu.
Tanpa mengetahui nama satu dan yang lain, apalagi mengenal satu sama lain; mereka buta akan kisah masing-masing dari mereka. Mereka buta sifat dan kebiasaan mereka.
Bahkan hingga kini mereka akrab, mereka masih buta akan apa yang ada di hati mereka.

Pertemuan itu tak lagi sama.

Saat mereka saling menyapa--padahal belum saling menanyakan nama. Terjadi begitu saja. Siapa nyana; mereka tak sadar saat bibir mereka mengucap dengan lancar.
Ya.
Entah bagaimana mereka akrab.

Mereka sering membunuh waktu bersama, meski tak selalu berdua, asalkan dipenuhi canda.

Hingga hari itu tiba, saat sang lelaki meminta bantuan, dan kini mereka terjebak berdua tanpa ampunan. Bersama. Hingga mereka memang harus berpisah karena ajal, atau salah satu dari mereka dipasal--ditugaskan ke tempat yang berbeda.

Bukan satu-dua jam dalam satu hari mereka bertemu, bercengkerama
namun
sebanyak mereka bisa, mereka berusaha.
Mereka akan saling sapa, meski pandangan mereka mendarat di mata yang lain di gedung yang berbeda.
Mereka akan mengejar, berlari, hanya untuk bertemu di persimpangan. Dan bertukar senyuman.

Hidup mereka sungguh berwarna, pertemanan mereka memunculkan banyak tanya.
Mereka mulai tahu kebiasaan kawan barunya, merasa waktu menguap saat mereka saling mendekap.
Sungguh, mereka sedekat itu.
Dan aku jamin, mereka akan tetap bahagia meski hanya berdua di tumpukan batu.

Gadis itu, sekali lagi, gadis itu ....ia merasa diperlakukan sebagai ratu.

Dan gadis itu, ingin mereka bersama, tetap jadi satu.

Lagi, gadis itu,
dengan penuh harap pada waktu,
tak ingin hari-harinya kaku, tentu, tanpa lelaki yang berhasil membuatnya duduk di emper berdua--terpaku.