Wednesday, December 16, 2015

HBD TELADAN!

Merasa bersalah saya di sini, banyak deadline dalam waktu dekat.
Tak apa, hari ini ulang tahun Teladan, selamat, ya!

--------------

Teladan yang kuharapkan dulu bukanlah Teladan yang kurasakan lalu, dan kini, bukanlah Teladan yang kurindukan.

Teladan.
Lagi-lagi, terlampau banyak yang patut kuteladani.
Ini bukan sekolah, ini rumah, kata sebagian.
Jika kuubah menjadi bahasa Inggris, mungkin benar, home (bukan house--karena rumahku adalah rumah yang kini kutinggali-masih-bersama orang tua dan adik-adikku).

Teladan dari awal, bahkan seingatku, sedari aku masih duduk di bangku SD adalah sekolah yang kucita-citakan. Ibuku dulu bersekolah di almamater yang sama, Jayamahe!
Teladan yang kulihat, dari siswa-siswinya adalah tempat yang sejuk dan menyejukkan keluarga di dalamnya.
Teladan yang kukenal, pun, lagi, penuh dengan keteladanan yang kukira gagal kuteladani hingga kini
Karena jasad ini telah pergi darinya, ke hutan liar yang aku bahkan tak kenal, meski belum sempat kutelaah satu-demi satu keteladanan itu.

Dua tahun, kurasa cukup untuk mengenyam segala kekurangan yang dimilikinya, Teladan.
Ya memang, tak bisa dipungkiri, Teladan masih kurang sana-sini. Tapi bukan salah Teladan. Teladan selalu Teladan yang menyenangkan, menenangkan. Toh kesempurnaan hanya milik Tuhan, bisa apa kau, Teladan?

Namun dua tahun, sekali lagi, hanya dua tahun, aku tak ingin pergi.
Kekeluargaan ini? Akan kau dapatkan di mana?
Di perkuliahan di mana kekeluargaan dan kesetiakawanan dihitung dari berapa kali kamu mau dititipi tanda tangan presensi kawanmu yang bolos?
Keramahan ini? Mau minta di mana?
Di perkuliahan yang di dalamnya kau berjalan dan tak menemukan seorangpun yang akan menyuguhkan senyumnya dengan gratis, tanpa kau harus membayarnya dengan waktumu yang berharga untuk berkenalan?
Menyangkut sopan dan santun? Ya, itu juga.
Tak sedikit mahasiswa yang tak sopan dan tak santun terhadapmu, meski kau coba pertahankan sopan-santunmu.
Satu, bukan hanya terhadapmu.
Dan dua, bahkan mahasiswa yang tak kenal sopan maupun tak mengerti santun itu, adalah mahasiswa junior. Bukan masalah senioritas atau diskriminasi, namun biarkan hati nuranimu berpendapat. Mana yang pantas.
Aku juga tak mengerti apa itu sopan, apa itu santun.
Yang kutahu itulah seharusnya aku--tentu saja semua orang, bukan hanya aku--berperilaku.
Kesederhanaan ini? Akan kau temukan di mana?
Di perkuliahan yang setiap pertemuan dengan kawan adalah di tempat mewah, sampai-sampai uangmu habis dan harus jual sawah?
Atau, di perkuliahan yang tak diwajibkan memakai seragam? Yang setiap harinya kau harus berangkat dengan baju seadanya dan bersiap untuk dikomentari kawanmu tentang gaya sederhana yang sebelumnya menjadi kebiasaanmu?

Teladan.
Aku cukup rindu.
Senyum.
Sapa.
Salam.
Sopan.
Santun.
Satu lagi.... semangat.
Aku rindu Teladan yang selalu berusaha menyemangati dan menguatkan, setidaknya menenangkan hati.

Wednesday, December 9, 2015

Sunday, December 6, 2015

Kamu, Selanjutnya

Meninggalkan sementara kegerahan malam ini, beserta tumpukan laporan yang harus selesai minggu ini, dan proposal dengan tenggat waktu akhir bulan ini ......saya di sini.

Saya rindu menceritakan dua sejoli yang saya kenal.

--------------------------------

Keduanya canggung.
Dan bila ada yang harus disalahkan, maka si gadis yang harus tanggung.

---------------------------------

Cerita siang itu bersambung....
Si gadis yang belum sempat kembali status mental compos mentis, dikejutkan lagi oleh celotehan lelaki di sampingnya yang--masih--bersandar padanya dan--masih--bersiap mengatakan hal konyol, yang terkadang tak logis.
"Siapa tahu, nanti aku ketemu ibumu, dan dipersilakan datang nanti malam sekalian ambil kamu."
..........
"......dan dijadikan mantu."
..........
Apa-apaan. Benar terkejut dan lagi, tak ada yang bisa si gadis ucapkan.

Tak lama, hingga kedua namanya dipanggil secara berurutan. Ya, mereka sedang mengantre sesuatu dengan mendaftarkan nama mereka sebelumnya, dan entah mengapa, nama mereka berjodoh hingga dipanggil dalam waktu yang bersamaan.
Jodoh, ya?

Tak lama, lagi, mereka keluar; mengambil posisi persis seperti sebelum mereka dipanggil dan harus meninggalkan singgasana yang nyaman, di sana, berdampingan.
Mereka tak sendirian, dikelilingi kawan.
Kawan-kawan mereka bak murid taman kanak-kanak yang kedatangan tamu, bahagia melihat mereka duduk bersama jadi satu. Mereka (kawan si gadis dan lelakinya), tak henti-henti 'menjodohkan' si gadis dan si lelaki; tak heran, sebenarnya yang memulai adalah sepasang yang tak tahu malu.
Maksudnya?
Kuharap aku tak harus menjelaskannya, bahkan aku malu.

Supaya tak penasaran, seperti ini:

L: (beryanyi) Berikan aku ciuman pertamamu...
K: Tuh....... kasih-lah, Dis.
G: Nanti-lah, gampang, ya nggak? (menengok ke arah si lelaki)
L: Iya, ciuman pertama kita di depan orang-orang adalah saat setelah mereka bilang 'saaah'

.... dan selalu, akhirnya si gadis tak mampu membalas.

Lagi,

'Kapan lu ngadep skripsi? Pingin cepet kelar nih, cepet nikah!'
'Loh, kok sama, aku juga. Ciye.'
'Nah, makanya buruan ngadep,  Habis itu barengan, aku sama kamu.'

Banyak lagi.

.............

Mari kembali.

Sebenarnya tak ada yang ingin kuceritakan lagi, kali ini. Mungkin lain kali.
Yang kuingat, mereka tinggal berdua di tempat yang sama, saat itu, saat hujan turun. Entah itu hujan keberapa mereka lalui bersama, dengan canda yang sama, dengan kemesraan yang serupa.