Sunday, April 17, 2016

This is Love

This is why we do it
This is worth the pain
This is why we fall down
And get back up again
This is where the heart lies
This is from above
Love is this, this is love

Saturday, April 16, 2016

Ada, di Luar Sana

Ada yang diam-diam mendoakanmu, dalam-dalam.
Percayalah.

Ada yang dadanya terasa berat dan kau tak
pernah tahu, saat kau tak tertangkap
matanya beberapa waktu.

Ada yang mengembangkan sesimpul
lengkung di bibirnya, di balik punggungmu,
malu-malu.

Ada mata yang berbinar sempurna dalam
tunduk sipu, tiap kau sebut sebuah nama,
miliknya.

Ada yang mengharap pertemuan kedua,
setelah matamu mendarat di matanya, tanpa
aba-aba.

Ada yang tak pernah berhenti mencatat.
Sebab, setiap kalimatmu adalah peta. Ia tak
mau tersesat.

Ada yang tak pernah melepas telinganya dari
pintu. Menunggu sebuah ketukan darimu.

Ada yang memilih terduduk saat jarakmu
berdiri dengannya hanya beberapa kepal.

Lututnya melemas, tiba-tiba.

Ada yang pernah merasa begitu utuh, setelah
kaki-kaki menjejak jauh darinya. Sekarang,
runtuh.

Ada yang diam-diam ingin disapa olehmu.

Percayalah.


-3/13/12

Friday, April 15, 2016

4/15 12.27

This unidentified day with this unidentified feeling.
Tired but energetic.
I do have enough energy to break all of things here.
But no.
Cause there will be no difference.
And I'm eventually sitting here and just thinking.
About life.
About you.

Sunday, April 10, 2016

Gadis dan Dirinya

Setelah bergelut dengan diri, kuputuskan untuk menuangkannya di sini.
Ha.
Kamu kupilih, lebih kupilih untuk akhirnya membuka diri pada yang lain.
Selamat, dearest Blogger.

Terima kasih tugas-bertenggat-malam-ini-yang-akhirnya-selesai-juga! Akhirnya aku di sini.

Lama tak melanjutkan kisah si gadis dan lelakinya. Mereka, akhirnya menjauh.
Menjadi jauh.

----------------------

Hari itu, tak ingat kapan, lagi-lagi.
Hari itu, saat semuanya menjadi tak sama. Hari itu, keduanya tak lagi dekat.
Hari itu, yang diikuti hari selanjutnya, tak saling sapa, atau sapa yang tak hangat seperti biasanya.
Hari itu.

Mereka tak lagi sanggup menyempatkan untuk satu-sama lain. Entah apa yang membuat mereka tak sanggup, namun satu yang mengganggu pikir si gadis, haruskah?
Haruskah mereka hanya berlalu?
Haruskah mereka merasa asing? Mereka harus mendengar kabar satu dan lain dari yang lain, haruskah?
Haruskah mereka tak lagi sama?

Tak tenang. Duduklah ia di sana, tercengang.
Kemungkinan, satu per satu, lalu lalang.
Apa karena waktu yang tak sengaja memisahkan? Akhirnya mereka tak diampuni dan terpaksa pergi? Atau karena yang lain lebih menarik dibanding mereka--satu sama lain?
Atau?
Atau-kah?
Atau sebenarnya mereka hanyalah sebentar, terpisah? Tak untuk selamanya, namun kebersamaan yang kan jadi lama. Benar? Benar-kah?

Gadis pun kalut. Diam di sana, ia, terlarut.

Ah, mereka masih terhubung, satu-dua kali, tiga-empat kata. Begitulah mereka.

Bahkan yang lain mendukung mereka, untuk terus berdua, bersama.
Namun apalah daya, mereka tak lagi punya keberanian, kepercayaan untuk melangkah, mendekat. Ke arah yang sama, berdua.
Mereka melangkah, berlawan arah, tanpa saling memandang wajah.

Setiap kali matanya berkesempatan, meski dalam kesempitan, si gadis mencari di setiap sudut ruangan. Ia perhatikan, satu demi satu. Karena dadanya terasa berat dan tak ada yang pernah tahu, saat lelakinya tak tertangkap matanya beberapa waktu.
Begitulah kini, kesehariannya, dan hanya ia yang tahu.
Dan saat mata si gadis berhasil menguncinya, ia mengembangkan sesimpul lengkung di bibirnya, di balik punggung sang lelaki itu, malu-malu.

Ah......

Lalu, bagaimana denganmu, wahai laki-laki yang tak pernah luput dari pikir sang gadis?

Thursday, April 7, 2016

Aku.

Akulah,
yang selalu kau sebut
kau pikir:
Tak tahu malu
Tak tahu diri.

4/7/2016

Seandainya mampu, ku kan cegah sedihmu
bukan untuk selamanya,
segala sedih sejak kau mampu ingat, bukan,
setidaknya untuk saat aku mengenalmu.
Karena sejujurnya
melihatmu murung, seperti hatiku terkurung.
Tak bebas.
Tawaku tak mampu lepas.

Tak masalah bagiku
jika jatahku adalah untuk tak tahu
muasal atas pundungmu.
Tak penting,
karena inginku adalah 'tuk dengar tawamu berdenging
di kupingku yang tanpa anting.