Thursday, June 23, 2016

Kamu, Malam Ini

Teruntuk kamu, yang tak tenang malam ini.

Teruntuk dirimu, yang kini tengah berpesan pada dirimu sendiri. Malam ini.

Bacalah surat yang kau buat untuk dirimu. Malam ini. Bacalah di tiap-tiap malam kau merasakan hal yang sama. Saat jantungmu benar tak bisa kau kendalikan.
Saat kau tak yakin akan dirimu. Saat kau tak percaya pada kerja kerasmu.
Mungkin tak sebegitu keras, namun sekeras kau bisa.

Meski tak sekeras itu.

Teruntuk dirimu malam ini.

Kamu memang tak punya daya. Tak sanggup berupaya, Jika tanpa-Nya.
Maka bersyukurlah, karena setidaknya kamu telah mampu melakukannya, sesuatu, yaitu upaya.
Kamu telah melewatkan beberapa malam, meski tak sebanyak itu, telah melewatkan waktu, meski hanya segitu. Untuk? Untuk berjuang.

Bersyukurlah, karena setidaknya kau berjuang.
Berbahagialah, karena kau tak hanya berjuang untuk dirimu.
Kau berjuang untuk Rabb-Mu.
Kau berjuang untuk mereka yang suatu saat akan diberi cobaan, atau teguran oleh Tuhan-Mu.
Dan kau? Kau membantu tugas-Nya.

Berjuang.
Untuk kedua orang tercinta. Yang tak memilihmu, namun memberikan segalanya untukmu. Segalanya, yang kau minta bahkan tidak.
Balasannya adalah pahala.
Yang tak hanya untukmu, untuk kedua orang tuamu.

Maka sekali lagi, kamu.
Benar.
Kamu.
Sekali lagi kuperingatkan bahwa ini bukanlah apa-apa. Bukan apa-apa jika dibanding penderitaan mereka calon makhluk-makhluk yang akan kau ringankan bebannya, atas izin Allah.
Maka tetaplah berjuang.

Kau benar merasa tak sanggup?
Kamu kurang berdoa, Nak. Memang kamu punya apa? Kamu bisa apa jika tak mengharap dari Yang Maha Memiliki?
Serahkan segalanya, karena kamu telah melakukan jatahmu, dari-Nya.

Cukup di sini, ya, kamu.
Masih ada sisa waktu untukku berjuang, kan kugunakan, untukmu.

Teruntuk kamu,
berpenganglah, berjuanglah, dan ingat..... semampumu....

Hujan Barusan

Magisnya hujan.

Dia tak langsung menyentuhku
namun dinginnya terasa nyata

Dia tak langsung jatuh padaku
namun perih datang tetiba

Dia tak langsung membasahiku
namun sejuknya terasa di dada

Thursday, June 16, 2016

6/16 4.32 PM

Menulislah.

Namun bukankah seharusnya kau harus membaca sebelum menulis?
Maka,
bacalah.

Lagi.
Seperti itulah seharusnya,
mendengarkan sebelum berbicara.

Sebelum kau tulis rekata dari setiap gurat senyum mata
milikku itu, cobalah baca. Bacalah mataku. Engkau-kah alasanku?

Tuesday, June 14, 2016

Binar Matamu.

Jutaan kali usahaku cegah mataku, mencari matamu.
Seakan magnet, matamu adalah kutub yang selalu kutuju.
Lalu mata itu, indah membuat milikku membeku.

Cokelat pekat.

Tempat berteduh, tempat mengaduh.

Jernih bak genangan, berpendar
Hingga kenangan tak sanggup memudar
Matamu, berbinar.

Pasang mata itu....

Terasa aman, dan buatku nyaman.

Sunday, June 12, 2016

Lelaki itu dan Kalutnya

Jangan berubah, tolong-lah.

Terpikir satu-dua kali kata itu, setiap kali kutemukan namamu.

Memang akhirnya aku menemukan tambatan. Memang akhirnya setelah lama mengayuh, ku berlabuh. Tapi ini bukan apa-apa jika kau tak hadir. Dan sungguh datangku padamu bukan sekadar mampir.
Jangan berubah hingga akhir.

Kau tak lagi sama, Putri.
Panggilan akrabku padamu. Biarkanlah kita tetap akrab.

Lalu harus bagaimana, aku?
Memang ini salahku. Tak bercerita meski punya waktu. Namun sungguh, jangan pergi. Tetaplah di sana. Jangan pergi, jangan berganti.
Waktu yang tak lama, cerita yang bahkan tak seorangpun tahu, kisah yang memang hanya padamu kucurahkan; demi mereka, tinggal-lah di sini.

Kau,
Apapun yang kau pilih, kan kuhargai.
Tolong lihat ke arahku beberapa lama, jika memang kau harus pergi.

                                       -----------------------------------------------------

Meski telah terucap dari bibir sang lelaki itu, meski terdengar jelas di telinga sang gadis, langkah gadis tetap terdengar sama. Lirih, dengan ketukan berirama.
Jika memang mau, si Lelaki mampu menangkapnya dan mengembalikan di hadapannya. Namun begitulah mereka.
Mereka selalu meninggalkan, saat saling menemukan.