Wednesday, January 28, 2015

Eksistensi.

Lagi-lagi terusik, masalah eksistensi.
Memang aku siapa?
Iya, aku siapa?
Aku....
Hanya kawan yang pernah merawat lukamu, aku yang hampir tiap harinya mendengar celotehanmu, menampung airmata dan dukamu.
Hanya kawan yang berlari mencari, saat mendengar malangmu.
Hanya kawan di saat sepimu.
Hanya kawan yang bila benar kau sendiri, menemanimu.
Lalu sekarang, saat segala dalam genggaman, kau menganggap aku hanya bangku besi, diam dan bungkam. Diam menunggu karat.
Meski aku ada, kau pikir buat apa aku, bukan? Karena di sisi, telah ada yang kau inginkan.
Yah. Masalah eksistensi. Ku.

Friday, January 16, 2015

Biasa.

Semua memang masalah keterbiasaan.
Sapaan pagi yang membuatku terbiasa.
Tanya konyol, canda, apapun yang kau hadirkan di sisi, hingga hangat terasa.

Mudah bagiku tuk terbiasa akan hadirmu, namun sanggupkah, kau buat kuterbiasa pula dengan ketidakhadiranmu, tanpa hadirkan rasa siksa?

Thursday, January 15, 2015

Yeah.

Perhatianku teralihkan, pada satu makhluk ciptaan Tuhan; kami yang berbeda, satu sama lain.
Ini pertama kalinya dalam beberapa tahun, kala sepi masih enggan pergi dari ruang yang seharusnya tertempati, bukan oleh sepi, ia membuatku tertegun; termangun; dan entah kata apa apalagi yang berarti sama dan berakhiran -un yang lain, yang dapat ditambahkan.
Pertama kali.
Kau yang tak pernah bercakap panjang, kau yang kalimatnya tak pernah kudengar, kau yang tak pernah kusapa dalam perjalanan pulang, dan kau.... yang matanya tak pernah kupandang, berpendar.