Sunday, September 2, 2012

Another December 22nd: #1

22 Desember 2009
Hari Selasa.

Hari bebas! Tidak ada ujian yang harus ditempuh, tidak ada remidi yang harus dijalani, pelajaran pun. Hari di mana semua orang sibuk; ada yang bersiap untuk menghadapi guru super 'mematikan', bermaksud meminta ujian susulan, ada pula yang berbicara sendiri di pojok kelas, itu kesan pertama yang aku tangkap, ternyata ....berbicara dengan suatu benda--yang aku lupa apa. Tetap saja, aneh -_-

Just to be honest, aku kurang memperhatikan apa yang terjadi pagi itu, membuatku harus lebih keras untuk mengingat. Aku duduk di bangku panjang, depan ruang kelas VIII-9. Sesak saat aku mencoba mengingatnya. Dua tahun aku berada di ruang itu, karena di jenjang sebelumnya kami juga menjalani hari-hari di ruang yang sama. Sekali lagi, aku rindu. Rindu dengan suasananya, rindu setiap detail ruangan--dinding hijau, papan tulis yang dulu pernah aku jadikan media penyalur kreativitasku, aku menggambar wajah ketua kelas di sana layaknya seekor penguin. Aku menyesal, sungguh. Teralis di ambang pintu kelas yang dulu menopang badanku dan teman jahil lainnya, meja komputer di 'belakang kelas' yang di salah gunakan, stop-contact bertebaran, dan ....ah sial, semuanya kurindukan. Suasana kelas yang tak pernah berubah, karena penghuninya pun tetap sama, that's what makes me dying, just want to be there again in time.

Hmm. Ya, aku duduk di bangku depan ruang yang sangat berkesan bagiku. Semua orang bersikap biasa saja, tidak ada yang mencurigakan seperti tahun lalu, tidak ada wajah-wajah drama yang diperlihatkan, dan tentunya drama 'Mendiamkan Rona' sudah tidak muncul.

Satu rahasia, aku sedikit lega, karena kaus yang sebelumnya aku persiapkan ternyata tidak terbawa. Aku membawa kaus lengan pendek. Sial.
Mengapa aku membawa kaus? Aku takut dikerjai, paranoid.
Takut dilempari telur, tepung, air; memang aku ini apa? Ayam yang siap diubah menjadi ayam goreng krispi?

Seorang teman yang parasnya seperti baru saja bangkit dari tidurnya melangkah keluar kelas, mengajakku pergi ke kantin. Aku juga rindu kantin, pempeknya, sate jamurnya. Menurutku...semuanya! Ya, kami pergi ke kantin, dan di tengah perjalanan, bum! Seketika dingin menjalar dari ujung kepalaku ke setengah badan ini. Kejam. Hal yang aku takuti menghampiriku tiba-tiba dari belakang. Kalau aku boleh menebak sebelumnya, aku akan menyebutkan satu dari tiga nama yang sangat familiar; Lawren, Gista, atau Bintang. Mereka teman dekatku. Atau Kiki, "The King of Tricks". Bukan, salah semua. Moe, bukan teman sekelasku, mengguyurku dari belakang.

"Happy birthday to you. Happy birthday to you. Happy birthday, happy birthday ....happy birthday to you!"

Dan hampir semua anggota kelasku datang, entah membawa botol minum, bahkan gayung penuh berisi air. Aku masih sempat berpikir, bagaimana anak-anak lain yang sedang membutuhkan kamar mandi lengkap dengan gayungnya nanti? Bagaimana nasibnya?
Superrrrrr.

Ya sudah. Lengkap. Selesai. Aku basah kuyup, dan sepatu ayahku yang terikat kencang di kakiku ikut basah. Aku berpikiran untuk tidak mengganti pakaianku, tapi buat apa kausku yang telah bersikap manis di tasku? Lebih baik kupakai. Untung saja aku membawa jaket, lenganku masih dapat ditutupi.

MAKAN MAKAN!!!!

Bukannya memberi kado, malah minta ditraktir. Teman macam apa?
Teman macam....aku tahu macam apa. Macam yang tak dapat diungkapkan dengan kata. Macam yang tak bisa diutarakan pada orang lain bagaimana mereka. Macam yang tak mungkin didapatkan jika aku tak berada di sana. Macam yang aku rindukan, amat mendalam, sejak pertama kali kami berpisah. Masya Allah, mereka.... Sekali lagi  membuatku mengucap syukur, Alhamdulillah..


-----------------------------


Aku dijemput oleh ibuku. Seorang wanita hebat yang aku kenal sejak aku dilahirkan olehnya. Sosok kuat yang dilengkapi ayah. Spesial, menurutku. Aku dijemput oleh dua makhluk Allah terpenting dalam hidupku.
Menyenangkan, karena aku tak langsung diantar pulang. Beliau-beliau mengajakku ke suatu tempat. Intinya, dimanapun, asal mereka ada, itulah tempat terindah. Yaa Rabb, izinkan kami masuk ke jannah-Mu lengkap seperti ini. Amin..

Di sepanjang perjalanan, aku mencoba menyibukkan diri, ayah-ibu sedang sibuk berbincang. Satu bendel dokumen dengan kover apik, dilengkapi lambang Universitas Gadjah Mada dan nama lengkap ibuku.
"Oh, ibu tesis ibu sudah selesai," batinku. Masih berbincang, ibuku tak menyadari aku membuka dokumen pentingnya ini. Lembar demi lembar sampai ke halaman yang benar-benar membuatku tersentuh. Aku lupa bagaimana persisnya kalimat yang telah diurai oleh beliau, kau mau tahu isinya? "Tulisan ini saya persembahkan untuk anakku, Rona Hafida Heriyanto Putri. Selamat ulang tahun yang ke-13."
Sesuatu meluncur di pipiku, aku yakin itu bukan peluh.

Remembering that thing is just making me think; she's done everything, she's given me everything, and....what have I done for her, then? What am I gonna do?

Yaa Allah, berikan aku kelancaran serta kemudahan menuju citaku. Berkahilah, Yaa Rabb. Bimbinglah hamba. Amin..


-----------------------------


Begitulah... Sesuatu akan terasa begitu berharga, saat kau mencoba mengingatnya, dengan manis :)

No comments:

Post a Comment