Monday, February 18, 2013

Never Read This Trash: #2

Sempat berpikir bakal jadi diam dan.... yah, kalem karena ketidaknyamanan hati--yang terprediksi, pagi ini. Prediksi yang bukan tanpa alasan. Relung sempat tersayat, bahkan sebelum sempat menyandarkan diri ke bangku kelas.
"Tak apa," dua kata penenang dari diri sendiri yang dibarengi keluh yang iri diperhatikan.

Setidaknya sampai terpikir berkomunikasi dengan hati, melalui musik, jelas.
Dan Ibu, datang, tanpa dinyana. Datang bagai cenayang yang tahu segalanya; meski hanya menghubungi via text. Beliau memberitakan hal yang sama sekali nggak penting, menurutku. Begitulah, memberitahukan bahwa dirinya baru saja melintasi sahabatku setiap pagi; jalanan menuju sekolah. Nothing to do with me, Mum...
Intinya saja, beliau minta ditemui, tentu jika aku punya waktu sengang, tak mungkin ia menyuruhku skip pelajaran hari ini. Maksi, katanya. Maksi, makan siang, bahasa apa, itu?
Mungkin beliau memang kelewat gaul...

-----------

Sembari menunggu jam makan siang yang sudah terjadwal--meski mendadak--dengan Ibu, guru pengampu mata pelajaran entah apa, memakan abaianku. Tubuhku saja tak tertuju menghadapnya, apalagi pikirku, kan? Mengobrol, memikirkan masa depan, atau apapun yang akan kau ucapkan jika mendengar; itu jauh lebih menyenangkan.

Di sinilah kalutku lebur, leleh yang kemudian terhambur.

-----------

Jam maksi. Makan siang, kalau ibuku bilang. Kami diburu waktu; saya, sebenarnya.
Terlalu panjang untuk dijelaskan, di sini. Intinya, lagi lagi, langsung ke inti, kami makan dan berbincang.
Prediksi pagi yang dengan penuh percaya diri terpahat di benak, tergerogoti, hilang setelah perut kenyang. Ya, ampun....

-----------

Nah.
Kembali ke gudang penyimpanan ilmu.

Pamongku sudah duduk manis dan terlihat santai, sampai-sampai penyusup yang masuk di saat yang tidak pas saja tidak beliau ketahui. Aku, maksudnya. Masuk seenaknya, seperti seorang anak tak tahu krama di film-film remaja. Terlambat, sikat!

Satu bendel soal siap di meja. Temanku yang menatanya, apalagi yang bisa dilakukan selain mengerjakan? Melahap berkas soal, yang tak aku harapkan dari awal. Better do it than whining, huh?

Selesai, dan kembali berbalik arah. Membalikkan badan, menyapa kawan. Bu, saya hanya mencoba ramah ke teman sekelas saya, jadi jangan bilang saya bikin gaduh di kelas Ibu.
Banyak sekali yang kami bicarakan. Ah, masalah pagi terlupakan. Bagai air yang tanpa sadar menguap, yang lebur bersama obrolan kami.

-----------


Baru saja tersadar, buat apa saya tulis ini?
Seperti ditampar. Terkaget dan.... sudah, ya. Saya merasa aneh.

No comments:

Post a Comment