Saturday, February 9, 2013

Never Read This Trash

Di sini lebih damai. Di barisan kedua dari belakang. Di kelas.
Saya yakin bukan karena orang sekitar yang memengaruhi, memang saya saja yang lebih nyaman duduk dan menulis dibanding memulai membicarakan hal yang mengusik saya sejak awal minggu ini, pada teman, meski yang terdekat.

Kelewat egois, menurut saya. Saya ingin yang lain mengerti, tanpa saya harus berbicara; tanpa saya sendiri yang merobek selaputnya. Egois.

Baru saja saya bangun dari ranjang sekolah yang sengaja disediakan untuk siswa sakit.

Tunggu... saya bingung; mungkin meramu kata dengan kata ganti 'saya', boleh saya ganti jadi 'aku'? Setidaknya jemariku lebih gemulai mengetik kata-per-kata dengan kalimat yang tak baku.
Sayang, mungkin seperti inilah gambaran remaja Indonesia. Eh? Sudahlah, masalahku sudah cukup berat; tak perlu pula merasa sok kuat dan ngerti masalah negara.

Ke mana arah pembicaraan ini kubawa? Sekali lagi, aku jawab, entah.

Terkutip dari kawan sebaya; kalau ada masalah, bilang aja, jangan disimpan sendiri. Nanti sakit, lho.
Hai, teman. Bagaimana aku bisa berbagi denganmu jika bahkan saat aku ada, kamu seperti seseorang yang asing buatku? Dan saat kamu masih butuh kehadiran yang lain saat kamu sudah bersamaku? Dan aku, merasa tak diprioritaskan; atau memang tidak?

Sudahlah, rasanya seperti aku memantikkan lagi api perang yang sebelumnya telah berhasil kita padamkan; perang dingin antara kita.
Yang jelas, bukan kau yang salah, mungkin aku.
Aku selalu merasa kurang, ya, sebagai manusia.  Manusiawi.

No comments:

Post a Comment