Thursday, August 9, 2012

Think Again

Aku melihat wajah beliau, memperhatikan setiap detailnya. Setiap inci, dari kening yang tak pernah berkerut karena kecewa atau rasa marah yang seringkali menyesakkan, mata yang tak pernah terlihat mengeluarkan air mata kesedihan, pipi yang mulai berkerut, pipi yang sering disinggahi peluh, dan bibir yang tak pernah cemberut lesu.

Seketika aku teringat akan kejadian--yang aku yakin tak ada yang ingin menerimanya. Kenyataan pahit yang dialami seseorang yang baru saja kukenal. Aku kenal, hanya tak tahu namanya.
Coba kau bayangkan, kau anak perantauan, datang ke kota lain hanya untuk menuntut ilmu, mengenyam pendidikan yang--kau pikir--lebih baik dibanding yang ada daerahmu, kemudian seseorang menelponmu dengan suara lemas dan isakan sesekali ....dan mengabarkan berita 'kehilangan'.

Inikah? Takdir pahit yang harus dihadapi 'adikku'? Adik baruku? Melihat raut wajahnya, sungguh aku tak tahu bagaimana aku saat ada di posisinya. Berdoa, menyebut asma-Nya. Mencoba tegar dalam diam. Ingin menangis, bahkan tak bisa. Aku membeku di hadapannya ....apa yang harus kuperbuat? Apa yang harus kuucapkan untuk memulai percakapan? Untuk menjadi pelipur lara--sementara?

That's not the point, anyway. Aku hanya ingin menceritakan ibuku.

Sudahkah aku membuatnya bangga? Sekali lagi, sudahkah?


-----


Malam ini aku bercerita pada beliau, yah, mengenai masalah yang baru saja aku ceritakan. Beliau duduk di hadapanku dengan posisi lebih tinggi, menyimak dengan baik--I guess so.
"....aku sedih." Dua kata terakhir yang kuucap pada beliau. Beliau memelukku. Seketika itu, aku menangis...

Kita bisa apa? Mumpung orangtua masih hidup, ayo bahagiakan mereka! Yang patuh. Bekerja untuk bikin mereka bangga. Insya Allah, kalau kita sekeluarga termasuk orang yang taat, akan dipertemukan lagi di surga. Insya Allah.

Menenangkan, namun membuatku semakin sesak. Nafasku menjadi terengah-engah.
Belaian itu datang di rambut yang belum sempat kusisir sehabis mandi. Semakin lama semakin menjadi-jadi, aku terisak.

I used to be tough. Rasa malu mencoba menghentikan air mataku dan mencari cara agar ibu tak mengetahui 'kemenangisan'-ku (mungkin KBBI perlu menambah daftar kosakatanya dengan kata barusan agar kalian tahu apa yang aku maksud). Otakku menjadi lebih cerdas seketika, dan mengendalikan bibirku untuk berucap "Aku mengantuk."
Tawa ibuku hadir, aku pun terpengaruh. Beliau beranjak dan menyuruhku untuk segera tidur.


Intinya?
Cobalah untuk menjawabnya sendiri, dengan begitu, kau akan memikirkannya meski sejenak. Jika bahkan kau tak menemukan jawabannya, kau bisa scroll the screen up dan cari di sana. Tak sesulit menjawab pertanyaan yang kau dapat di sekolah, kok.

No comments:

Post a Comment